Dua mahasiswa Ilmu Komputer Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) UPI yang menjadi anggota Bandung Disaster Study Group (BDSG) mengikuti Disaster Risk Reduction Youth Exchange Programe 2014, di Jepang, dari 23 Februari – 3 Maret 2014. Mereka mengikuti kegiatan berupa kunjungan ke institusi penanggulangan bencana di Jepang, home stay, dan workshop. Ketiga kegiatan tersebut masuk dalam program Pertukaran Pemuda Jepang-Indonesia dalam Pengurangan Risiko Bencana.
Dua mahasiswa tersebut adalah Dian Sri Lestari angkatan 2012 dan Lucki Hersya Rachman angkatan 2010. Mereka berdua beserta yang lainnya mengunjungi beberapa institusi yang berkaitan dengan penanggulangan bencana di Jepang sebagai studi banding. Insitusi pertama yang mereka kunjungi adalah sebuah museum kebencanaan di Jepang.
Lucki menjelaskan, bahwa di Jepang, kawasan bencana menjadi sebuah museum untuk diteliti patahan-patahannya, sehingga masyarakat Jepang dan dunia bisa mempelajari bencana tersebut. “Terdapat perbedaan kawasan bencana di Jepang dengan di Indonesia. Bila di Jepang, kawasan bencana tidak lansung diperbaiki, tapi dijadikan museum dalam satu kawasan bencana,” kata Lucki.
Istitusi kedua yang dikunjungi adalah sebuah komunitas radio yang sering menyiarkan berita tentang bencana. Dian menuturkan, pada komunitas radio ini mereka menyiarkan berita bencana dalam berbagai bahasa di dunia agar masyarakat yang berasal dari luar Jepang bisa memahaminya. Insitusi ketiga adalah Takatori, yaitu sebuah lembaga volunteer dalam menanggulangi bencana di Jepang.
Institusi keempat yang dikunjungi adalah Disaster Reduction and Human Renovation Institusi di Kyoto University. “Di lembaga ini, digambarkan secara detail mengenai bencana alam yang dialami oleh negara di berbagai belahan dunia, termasuk tsunami Aceh,” tutur Dian. Ia menuturkan, berbagai peralatan serta penerapan ilmu pengatahuan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana digunakan, seperti astronomi, teknologi yang digunakan, serta sains lainnya.
Setelah melakukan kunjungan tersebut, hari berikutnya mereka mengikuti kegiatan Home Stay, yaitu mereka tinggal di rumah warga pada sebuah desa yang pernah terkena bencana, yaitu di Kobe dan Kyoto. Kyoto sendiri merupakan sebuah kota yang berdekatan dengan Kobe, sehingga Kyoto terkena risiko bencana dari Kobe. Di dua daerah tersebut mereka betukar pikiran dengan warga terkait penanggulangan bencana yang harus dihadapi.
Kegiatan terakhir mereka adalah mengikuti workshop. Workshop diawali dengan pemaparan dari seorang profesor di Kyoto University. Kemudia masing-masing perwakilan menyampaikan presentasi terkait model penanggulangan bencana yang dikembangkan. Setelah itu memasuki sesi diskusi untuk memunculkan ide-ide baru. “Pada Workshop ini, berbagai ide bermunculan terkait kegiatan yang bisa dilakukan setelah ini,” ujar Dian Sri Lestari.(Rdn)
Source : http://bit.ly/1SpbhDy