“would rather light a candle than curse the darkness”-Adlai Stevenson
Seperti
yang kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang sangat hebat dalam hal sumber
daya alam (SDA). Menurut data dari https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia, sumber
daya alam Indonesia berupa minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit,
tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan pembagian lahan terdiri dari
tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput sebesar 7%,
hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya sebesar 14% dengan lahan
irigasi seluas 45.970 km. Sumber daya alam yang lebih dari cukup untuk
menjadikan negara Indonesia menjadi negara maju, akan tetapi SDA yang berlimpah
itu tidak diikuti dengan sumber daya manusia (SDM) yang Indonesia miliki.
Menurut data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dirilis pada tanggal 14
Maret 2013 dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_Indeks_Pembangunan_Manusia,
Indonesia berada dalam urutan ke 111 dari total jumlah 182 negara.
Dalam
tulisan kali ini penulis membuat angket dan wawancara mengenai cara yang tepat
untuk meningkatkan IPM Indonesia dengan responden sebanyak 30 orang menggunakan
media sosial. Dan hasilnya adalah 75% setuju dimulai dari pendidikan, 10%
dimulai dari ekonomi, 5% dimulai dari infrastruktur, 3% tidak tahu/tidak
menjawab. Dan ada yang menarik dari wawancara yang dilakukan penulis, ada
responden yang mengatakan bahwa “Pendidikan
mungkin bukan kunci dari segalanya, tapi segalanya membutuhkan pendidikan”.
Dalam hal ini penulis pun memiliki pendapat yang sama pendidikan pada dasarnya
memiliki beban krusial dalam pembangunan bangsa ini. Sayangnya ketidakmerataan
pendidikan di Indonesia ini menjadi salah satu masalah yang belum dapat
dipecahkan hingga saat ini, menurut data Balitbang Departemen Pendidikan
Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan
Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4%
(28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka
Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta
siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Bukan itu
saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar.
Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai
satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan
28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA
65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49%
(negeri) dan 58,26% (swasta). Ini menunjukan bahwa kualitas para pendidik yang
masih rendah. Ditambah dengan rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran
dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII
(Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya
seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang,
pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460
ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan
pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan
sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari,
menjadi tukang ojek, pedagang buku,dll(Republika, 13 Juli, 2005).
Penulis
berkesimpulan untuk meningkatkan kapasitas SDM Indonesia harus mulai dibenahi
dari sektor pendidikan, dengan pemerataan mendapatkan pendidikan, peningkatan
kualitas guru dan peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia.